Sagi dan Capri

                Aku adalah Sagi, seorang pria tidak berkaca mata tapi nerd. Bertubuh sedikit tinggi dan berisi. Seorang “yes man!” dan memiliki playlist banyak lagu cadas. Mataku senang melihat keindahan, namun terkadang memejam sejenak sekedar untuk imaji. Aku senang berpetualang dan bertemu orang baru, namun hatiku hanya untuk Capri. Capri? Dia adalah wanita tomboy dan simpel. Bertubuh pendek dan berisi. Berjilbab, berkacamata dan memiliki kulit eksotis khas austronesia. Capri suka sekali bersepatu dan memuja sepatu yang terkadang membuatku cemburu oleh obsesinya dengan sepatu. Dia suka melakukan hal dengan relasi yang jelas dan tidak bertele-tele. Kami adalah orang yang keras kepala dan saling cinta. Kami memiliki minat dengan warna hitam dan senang menggunakan pakaian hitam. Dibalik hal itu, dia minat dengan musik santai yang konon kekinian, tentu sangat kontras dengan warnanya dia bukan? Mbak Capri adalah seorang perasa yang handal, bahkan mengetahui apa yang aku rasakan tanpa aku berbicara sepatah kata. Bagus? Tidak juga, dia memiliki labil yang sulit ditebak. Mulut selalu tertutup dan tidak berucap jika ia marah. Ngambek. 

Ketika kami saling pandang, seolah sinar kosmik beradu cepat dengan kilatan mata kami. Iya, Capri tidak sanggup bertatap mata lama dengan siapapun, terutama denganku. Tetapi tatapan Capri sangatlah tajam dan aku merasakannya ketika ia bercuri pandang denganku, aku abaikan seolah tiada tahu, namun aku merasakan energi tatapanya yang membuatku selalu lebih bahagia daripada  melakukan apapun. Apa ini kecantikan dari dalam? Iya aku merasakannya walaupun ia sangat pecicilan kesana-kemari. 

                Aku tidak pernah lupa roman di sebuah kedai kopi di Kota Tua. Secangkir kopi hangat malam itu, mengusir rasa lelahku membawa si merah, tuts synth kesayangan dan laptop di tas, aku habis dari panggung. Kami bercengkrama lama dan lekat. Namun tiba-tiba lampu redup dan mati. Seisi ruangan sangat gelap dan tidak terlihat apapun, termasuk cangkir hangat yang sedang aku nikmati kopinya. Namun mata anak itu menatap mataku dan aku menatap matanya. Kami terdiam dan tersenyum. Aku merasakan pandangan yang sangat dalam dan aku menatap Capri sangat dalam. Cinta saling terucap dari mata kami yang terang di dalam ruangan yang gelap.  

                Pernah kami menonton acara konser yang terletak di Kota dingin. Konser yang sangat bagus dan sedikit nyeleneh karena diadakan di dalam hutan. Pada waktu itu, entah mengapa para penonton tidak mendapatkan kendaraan untuk mencapai panggung. Maka kami memutuskan berjalan kaki ke lokasi panggung. Langkah Mbak Capri sangatlah cepat dan meninggalkan kami di belakang. Aku berusaha mengejarnya dan membujuk Capri untuk menunggu teman-teman kami dibelakang. Sinyal tiada masuk ke ponsel, akan sangat sulit jika terpencar. “Jangan rangkul! Jangan ganggu! Kamu tau kan?” Kata Capri dengan penekanan intonasi di akhir kalimat. Aku membujuk dan terus membujuk. Akhirnya Capri berhenti dengan wajah sedikit kesal denganku dan menunggu teman-teman kami. Konon ada mitos, ketika berjalan jauh dengan manusia, maka sifat asli manusia tersebut akan terlihat, alam seolah memberi tahuku bahwa Mbak Capri adalah wanita ego, berkemauan kuat dan bertujuan kedepan. Jika masalah datang, ia akan meninggalkan siapapun dan berusaha sendiri. Sok Kuat! Alam seolah memberi petunjuk, mengenai apa yang harus aku lakukan dengan Capri. Ternyata benar, hubunganku berakhir karena aku tidak bisa berjalan bersama Capri dengan sifat aslinya. Hanya itu? Ada hal lain yang lebih kuat. 

                Konser sangat seru dan aku suka dengan lagu yang dibawakan. Lagu yang sangat independent dan indah. Aku mulai mengenal musik Inggris kesuakaanya dan menjadi lagu yang sangat aku hindari jika tidak sengaja terdengarkan, karena aku memiliki kenangan yang dalam dengan lagu-lagu tersebut dengannya. Dibawah rintik hujan kita saling berpelukan hangat. Seolah kamera akan memiliki memori yang terbatas dibanding dengan mataku dan perasaanku ketika kami bersama di saat itu. Bibir ia terucap kata maaf dengan sikap ia ketika mendaki bukit tadi. Aku mengangguk dan mengusap kerudung birunya. 

                Tak terasa konser berakhir dan saatnya kembali beristirahat. Suasana jalanan sangat ramai dan macet. Bahkan untuk berjalan kaki saja sulit. Sesampai di warung, Capri terlihat bertransaksi dengan Ibu warung dan membawa botol aqua yang besar. “Nih, haus kan kamu?” Tanya Capri. “Iyaa.. tau aja nih pacarnya haus. hehe” Jawabku yang tanpa permisi langsung menenggak botol aqua besar dan tersisa setengah. Perutku mulai terasa penuh dengan air dan aku menghentikan minum. “Tanggung jawab dongg.. masa sisa gini?” Tanya Capri dengan tantangan. “Wahh nantangin dia, siapp deh” Jawabku dengan tegas dan lanjut menghabiskan setengah botol aqua besar. Aqua besar tersebut habis dan aku menepuk bahunya tanda tantangan darinya sudah terpenuhi. 

                Sembari menunggu macet yang mengurai perlahan, kami berjalan kaki menuju tempat kami menyimpan kendaraan, karena masih jauh, kami melanjutkan perjalanan dengan ojek yang memangkal. Kami menaiki ojek dengan bonceng tiga. Capri duduk di paling belakang dan memelukku dengan hangat. Kami mengobrol biasa, namun aku merasa makin sayang semakin dalam dengan Capri. “Aku suka memelukmu dari belakang, begitupun juga aku suka dipeluk dari belakang sama kamu” Ucap Capri pelan. “Semoga aku bisa peluk kamu terus yah, aku sayang kamu” Jawabku. “Gombal!” Seru Capri. Aku ingin mengacak-acak kerudungnya, tapi aku harus ingat kalau aku lagi di motor dengan posisi bonceng tiga. Sederhana, sangat membekas dan terngiang di kepalaku.  

                Suatu ketika, Capri pindah tempat kerja, demi karirnya yang lebih maju. Namun di tempat kerjanya, ia menjadi pribadi yang sangat sibuk dan itu membuat kami tidak bertemu selama 2 bulan. Ia juga menghilang dan tidak bisa dihubungi. Bahkan ketika aku sakit dan nyaris mencapai batasanku, ia tidak menjenguk bahkan menelepon saja tidak. Padahal tempat perawatan adalah di kota sebelah tempat Mbak Capri bekerja.  Aku butuh dia. Butuh untuk melihat wajahnya dan bercengkrama saja. Tidak perlu merawatku. Kamu kan sibuk. Tidak perlu menemaniku 24 jam penuh, kamu kan dibutuhkan kantormu. Sebentar sajapun tidak ia lakukan. Sebentar 5 menit? Melalui telepon atau  video call? Tidak dilakukannya sama sekali!

                Setelah hal tersebut berakhir, kami bertemu. Aku menanyakan kabar dan dirinya. Aku mendapati kalau dia memiliki masalah yang pelik dan memang tidak mau diganggu. Yepp.. Dahulu alam sudah memberi tahuku di konser alam raya setahun kemarin di kota dingin perihal sikapnya. Dingin ketika memiliki masalah dan tidak mempedulikan siapapun. 

                Kisah cinta berujung pada akhirnya yang menghilang.  Capri menghilang kesekian kalinya sama sekali tidak bisa dihubungi. Aku menjadi bingung karena aku tidak tahu apa salahku. Aku siap jika bertemu untuk membicarakan apa salahku dan aku siap berdiskusi untuk menghindari salah. Aku siap memperbaiki semuanya untuk hubungan. Tapi dia tetap menghilang tiada kabar sama sekali. Sehingga pada akhirnya, aku yang mengakhiri hubungan ini. Semua sudah berakhir dan aku tidak mau kembali. 

                Dengan siapapun sekarang, ingat pesanku, jaga dirimu baik-baik, berusahalah cocok dengan siapapun, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang cocok, yang ada adalah berusaha saling cocok. Sehat terus ya Mbak Capri.  



Adi Pradana.
24 Desember 2019.

Read more

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.