“
With the lights out, it's less dangerous
Here we are now, entertain us
I feel stupid and contagious
Here we are now, entertain us
A mulatto
An albino
A mosquito
My libido
Yeah, hey, yay
”
Sepenggal lirik Lagu Nirvana - Smells Like Teen Spirit terdengar dari laptop Pak Agus. Lagu yang ada
sebelum gue lahir, tapi gue sangat suka sekali lagunya. Seperti biasanya, Kurt
selalu bikin lagu yang artinya cukup susah dipahami. Tapi konon, Kurt sendiri
tidak paham apa yang diciptakannya. Dia hanya mendapat inspirasi dari label parfum
mantan pacarnya yang tulisannya ‘teen spirit’.
Kurt Cobain? Ahh ia
sangat depresi akibat keretakan hubungan orang tua dan masa kecilnya. Maka
sejak umur 16 tahun, ia disuruh pamannya untuk membuat lagu dan mencurahkan apa
yang ia rasakan di lagu tersebut. Yaa itu sangat membantu. Ia menjadi lebih
kuat daripada sebelumnya. Dia bisa menciptakan karya karena hasil tuangan apa
yang ia rasakan. Entah mungkin ini obat bagi dirinya. Tapi memang yah, dia mati
ketika dipuncak popularitasnya karena menembakan shotgun ke kepalanya. Konon ia
sangat tidak suka populer. Ia merasa depresi atas keterkenalannya sendiri.
Yang sangat gue suka
dari Kurt Cobain tentu bukan bunuh dirinya, bukan karena gaya hidupnya, tentu
karena karyanya dan sikap dia yang bisa menuangkan keluh kesah dan gelisah pada
tiap untaian nada dan lirik. Intinya ia bisa menciptakan karya dan mengobati
dirinya sendiri. Sekali lagi, ini yang gue suka dari Kurt Cobain.
Bullying? Ahh entah
mengapa gue teringat dengan kata tersebut pada sore ini. Yaa gue memang sangat
menerima bullying dari kecil. Segala macam bentuk bully gue terima mulai dari
cacian, hinaan, pengeroyokan hingga fitnah. Mungkin ada yang lebih parah dari
gue. Tapi bully yang gue terima cukup membuat gue sangat berubah. Yang dulu gue
sangat periang, berubah menjadi pemurung. Pada waktu itu, gue sangat benci
kepada siapapun. Semua gue lihat adalah pertarungan. Mulai dari prestasi kelas,
hingga sepak bola, gue sangat berpikiran, semua adalah pertarungan! Hukum rimba
yang berlaku, yang kalah hanyalah pecundang!
Tokoh di Naruto,
yang paling gue suka adalah Gaara. Entah kenapa gue ada merasa mirip dengan
Gaara (Gaara bisa mengendalikan pasir, yang gue bisa cuma main pasir di pantai
^^). Apapun yang didepan gue harus takluk dan kalah. Naluri pembunuh pun bisa
muncul ketika yang membully melawan dengan fisik. Ihh sereemm.. Tapi beneran Seriusan…
gue waktu kecil memang begitu. Tapi gue ga pernah memulai untuk melawan, karena
pada dasarnya gue emang ga suka berantem. Hmm.. peraturan sekolah juga sih yang
bikin gue selalu menahan apapun untuk melakukan kekerasan. Gue takut kena DO.
Palingan ikutan pencak silat buat melampiaskan kekesalan :D
Waktu SD, gue hampir
selalu ranking, Bukan 3 besar sih, tapi minimal selalu masuk 10 besar. Paling
rendah adalah ranking 14 besar. Rasa puas mengalahkan sebagian orang cukup
terbayarkan. Tugas gue mengalahkan sisanya itulah yang selalu gue kejar.
Oh yaa, waktu SD gue
mulai suka menulis. Guru Bahasa Indonesia gue, Bu Ida, selalu menyuruh gue
menulis untuk menuangkan apa yang gue rasakan. Pokoknya gue merasa tenang jika
sudah menuangkan keluh kesah pada tulisan. Tiap istirahat kelas, selain main
kapal-kapalan di kelas yang bikin kotor kelas dan akhirnya kena jeweran guru
gue, gue juga sering menulis di ruang kelas. Awalnya pelarinan, perlahan
menjadi hobi. Pada akhirnya, gue mulai membuat novel karya gue bareng temen sebangku gue,
Arif, pada jilid novel pertama, gue kasih ke temen gue, Mita. Dia membaca novel
itu seharian dan membawanya pulang. Tanggapan yang baik muncul dari dia. Dia
suka ceritanya dan itu menantang. Padahal, gue sendiri ga yakin sih, ya intinya
nulis gitu aja. Atas keberanian yang cukup nekat, akhirnya gue coba menjual novel kami ke temen2 sekolah dan
rumah. Pada waktu itu gue membuat cerita detektif. Gue sama Arif bikin tokoh Utama,
namanya detektif ding dong. Nama yang muncul ketika gue melamun di tempat ding
dong. Ahh nampaknya namanya bagus. Alhamdulillah beberapa temen gue beli novel
ding dong. Sebenernya gue ga mikir untung, yang penting seneng banget jika
karya gue dinikmati banyak orang apalagi berguna, InshaAlloh.
Dari sinilah, gue
mulai merasa berkarya. Gue juga merasakan, tidak semua temen gue jahat. Hal itu
perlahan merubah diri gue.
Tak terasa SD telah
usai, masuklah masa SMP. Kebetulan SMP yang gue masuk adalah favorit di kota
gue. Yang dulunya gue selalu dapat rangking, sekarang hanyaa bercokol di papan
tengah. Memang sangat sulit. Ranking tidak tercapai, tapi gue selalu serius dan
berusaha. Hingga pada suatu saat gue masuk pada satu titik dimana gue stuck.
Gue sangat kesulitan berkompetisi. Hingga gue merasa, gue tidak bisa
mengalahkan semuanya. Tapi pada saat
itu, gue berkompetisi murni ingin mendapatkan prestasi bagus saja. Tidak ada
perasaan ingin mengalahkan dan membuat orang lain bertekuk lutut.
Menulis? Ahh gue
ikut ke tim komik temen gue, Sena, sebagai penulis sekenario dan pemasaran.
Katanya sih, dia lagi butuh orang pemasaran. Konon sena juga menggaji gue pada
waktu itu, sejumlah Rp 3 jutaa.. ahh engga deng, 3000 rupiah :D
Tokoh komik yang gue
garap adalah Kenzo Hatame.Seorang ksatria pemberontak yang ingin menyelamatkan
negaranya. Gue sering bekerja bareng Sena dan menikmati karya kami. Sena dengan
gambarnya dan gue dengan tulisan yang dibuat.
Bullying? Ahh itu
tetap berlanjut. Mungkin karena kami adalah remaja tanggung dan belum berotak
dewasa. Belum sepenuhnya dewasa, tapi bertindak sok dewasa dan menindas apa yang
lebih lemah. Tentu gue sangat sulit bagaimana gue keluar dari tekanan mental
yang bernama bullying ini. Apa akan gue lawan dan menghajar semuanya? Gue
sangat takut dengan aturan sekolah. Gue gamau sih, mereka yang bully, terus gue
yang hajar mereka sampai wafat, tapi yang kena DO ya gue. Bullying itu kejam,
dia tidak terlihat, tapi bisa mematikan bahkan bisa menamatkan apa yang telah
dicapai.
Alhamdulillah,
kebijakan sekolah pada waktu itu, mewajibkan siswa muslim mengikuti Rohis (Rohani
Islam). Jadi di situlah gue menjadi lebih dekat pada sang pencipta, Alloh SWT.
Gue merasa lebih tenang pada diri gue, entah kenapa, pokoknya tenang yang tidak
bisa gue jabarkan dengan akal. Walaupun ibadah gue masih payah, tapi Hal tersebut
sangat membantu gue melawan bullying. Agama sangatlah penting!
Pada kelas 3 SMP,
nyokap gue bilang “Ehh di, kamu ga belajar gitar atau main musik apa di?” Hah?
Alat musik? Apa yah? Hmm.. okee gue coba belajar gitar. Pertama gue coba memetiknya, perlahan demi
perlahan.. gue sangat suka. Apapun gue suka nyanyikan, semua terasa mengalir
apa yang gue rasakan seiring dengan petikan gitar. Gue merasa lebih bisa
menyampaikan apa yang gue rasa melalui lagu dan menulis tentunya. Ini membuat
gue lebih baik :D
Maka sejak SMP gue
suka ngeband, yaa gue bukan pemain musik yang hebat. Cuma entah kenapa gue
sangat suka bermusik. Intinya, pokoknya segalanya tersampaikan. Ga cuma gitar
yang gue pelajarin, gue juga bermain piano dan sesekali bermain synthesizer. Hingga
saat ini, gue suka ngeband, bermain musik, dan membuat lagu untuk menyampaikan
perasaan. Dengan berkarya, bisa menyembuhkan diri sendiri. Hal itu juga dilakukan
Pak Habibie sepeninggal Ibu Ainun, ia selalu menulis untuk menuangkan apa yang
ia rasa. Ia merasa, menulis adalah obat. Yaa gue juga merasa, berkarya adalah
obat, benar kan, Om Cobain?
Pas SMK, guru fisika gue
Pak Fauzi pernah bilang “Temukan dan raihlah satu bintang keahlianmu. Itulah
yang menambah capaianmu kelak. Jangan pernah puas dengan bintang yang kau
miliki” Kata yang sangat sederhana. Tapi selalu membekas hingga sekarang. Gue
berusaha meraih bintang sebanyak yang gue mau.Terima kasih Pak :)
Pada akhirnya, gue
hanya bisa lebih bersyukur dan menuangkan apa yang gue rasa melalui karya.
Entah karya musik, software (Gue adalah abang coding, tapi ga jago2 amat :P)
dan doa yang selalu gue panjatkan. Walaupun ibadah gue ga bagus2 amat. Sehingga
perasaan ingin mengalahkan siapapun dan menyiksa orang yang menyerang gue, seakan
sirna. Gue akuin ini tetep ga mudah.
Belum semua gue
share di soundcloud, Karena masih belum rapi. Hehe..
Semoga berguna untuk
kita semua. Gue Cuma ingin sharing apa yang gue rasakan.
Sekali lagi, ga
semua temen2 gue jahat, Cuma segelintir aja yang sering lakukan bullying.
Itulah jahatnya bullying, walaupun Cuma sedikit orangnya yang lakukan dan itu
tidak terlihat, tapi itu sangat membekas!
Gue sudah memaafkan apa yang terjadi pada masa lalu, karena gue tau, kita adalah manusia yang selalu tak luput dari salah. Gue pribadi juga memiliki banyak kesalahan dan lemah. Gue memohon maaf jika ada kesalahan yang gue perbuat.
Hentikan bullying, demi generasi yang lebih sukses !
#StopBullying